PENGUMUMAN HASIL SELEKSI PENERIMAAAN LEMBAGA PEMBERI LAYANAN POS BANTUAN HUKUM (POSBAKUM) PADA PENGADILAN NEGERI CALANG TA 2024
Abstrak
Hakim adalah manusia yang memiliki keterbatasan kemampuan dengan segala konsekuensi dan tanggung jawab, dalam menjalankan tugas yudisial hakim dituntut memberikan rasa keadilan, tekanan saat mengadili, pasca putusan, bahkan pasca sanksi, dapat menjadi pemicu masalah kesehatan mental, sejalan dengan itu remunerasi hakim wajib diperhatikan. Integritas Hakim adalah kunci untuk mewujudkan Independensi Peradilan, kebijakan yang berbasis pada kesejahteraan hakim harus digulirkan, Hakim umumnya menghadapi tekanan dari pekerjaan yang menuntut intelektual, beban kerja yang tinggi, dan pengawasan media serta masyarakat, Australia Wellbeing Survey of Australia’s Judiciary Reveals Risk of Distress and Burnout, Mei 2019 mengungkapkan bahwa Hakim berisiko mengalami kelelahan dan trauma, berdasarkan Judicial Wellbeing Survey 2021, report and action plan oleh Judiciary of England and Wales disebutkan salah satu tujuan inti strategi kesehatan dan kesejahteraan yudisial adalah meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesejahteraan mental, selain itu faktor keuangan merupakan komponen penting dalam konsep Independensi peradilan.
Kata kunci: Kesejahteraan Mental Hakim, Remunerasi Hakim, Judicial Wellbeing, kesehatan mental hakim.
Pendahuluan
Secara kontekstual, independensi peradilan bisa diartikan segala faktor atau kondisi yang mendukung sikap batin hakim, yang bebas mengungkapkan nuraninya terhadap keadilan, salah satu faktor ada atau tidaknya independensi peradilan adalah Integritas Hakim, secara singkat Integritas dapat diartikan sebagai kapasitas mental dan fisik, yang menitikberatkan pada upaya peningkatan kesejahteraan,1 No Health Without Mental Health adalah pernyataan yang disampaikan Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus (Director General World Health Organization) dalam kata pengantarnya dalam world mental health report: transforming mental health for all, yang ditindaklanjuti oleh dengan ditetapkannya comprehensive mental health action plan 2013–2030.2 kesejahteraan dikaitkan juga dengan remunerasi, sehingga Hakim seharusnya tidak perlu lagi khawatir tentang kondisi keuangan baik sekarang maupun di hari tua.
Hakim dalam kedudukannya sebagai pejabat negara telah dinyatakan dalam konstitusi Indonesia Pasal 24 ayat (2). Bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh lembaga negara, namun sesungguhnya yang melakukan secara nyata adalah hakim dalam kedudukan sebagai pejabat negara. Hakim sebagai pejabat negara ditegaskan juga dalam Pasal 19 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 58 huruf e Undang-Undang
1 Adinda Thalia Zahra , Aditia Sinaga , Muhammad Rafli Firdausi, “PROBLEMATIKA INDEPENDENSI HAKIM SEBAGAI PELAKSANA KEKUASAAN KEHAKIMAN”, Bureaucracy Journal: Indonesia,vol. 3 No. 2 (2023), hlm.2020
2World Health Organization, World mental health report: transforming mental health for all, (Geneva: World Health Organization; 2022),hlm.vi, https://www.who.int/teams/mental-health-and-substance-use/world-mental-health-report diakses pada 06 Maret 2024.
Nomor 20 Tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara. Hakim sebagai pejabat negara memiliki tugas utama mengadili perkara, Ketua Pengadilan Tinggi Surabaya Zaid Umar Bobsaid ketika menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Denpasar sebagai narasumber Focus Group Discusion yang dilakukan Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI di Denpasar tanggal 24-28 Agustus 2020, memberikan pernyataan bahwa tugas Hakim tidak hanya dihadapkan dengan tanggung jawab untuk memutus perkara dengan benar dan adil yang dapat diterima oleh para pihak, hakim juga dihadapkan pada berbagai tekanan baik fisik maupun mental oleh para pihak yang berperkara dan pada beberapa kasus berat yang pernah ditangani, beliau mendapat intimidasi fisik yang mengancam keselamatan.3
Negara telah mengatur kesejahteraan hakim dalam bentuk Hak keuangan dan fasilitas sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 Tentang Hak Keuangan Dan Fasilitas Hakim, hingga sekarang pemenuhan hak keuangan dan fasilitas bagi hakim belum tuntas direalisasikan, berkembang isu kesejahteraan peradilan atau dikenal dengan istilah Judicial wellbeing, kesehatan mental menjadi salah satu tujuan inti strategi Judicial wellbeing, implementasi jaminan kesehatan hakim telah dilaksanakan oleh Mahkamah Agung bersama Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia telah bersinergi dengan BPJS Kesehatan berdasarkan nota kesepahaman nomor:04/KMA/NK/XI/2022 dan nomor:35/MoU/1122 tanggal 8 November 2022.4 Setelah itu diterbitkannya Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 184/KMA/SK.KP5.2/IX/2023 Tentang Pedoman Pemberian Jaminan Kesehatan Bagi Hakim Pada Empat Lingkungan Peradilan di Bawah Mahkamah Agung, kemudian ditetapkan PT Asuransi Jiwa Mandiri Inhealth Indonesia, sehingga pada tahun 2024 Hakim sudah mendapatkan asuransi, namun bagaimana dengan kesejahteraan mental dalam hal ini berkaitan dengan kesehatan mental hakim yang belum diakomodir oleh asuransi. Penelitian International Commission of Justice yang berjudul “Reviewing Measures to Prevent and Combat Judicial Corruption” pada tahun 2010, memberi konfirmasi bahwa salah satu penyebab korupsi peradilan adalah rendahnya remunerasi yang diterima hakim,5 lalu timbul pertanyaan apakah Hak Keuangan yang selama ini diterima hakim itu sudah cukup? maka dalam konteks ini penulis menjawab sudah cukup, namun apabila kita tarik ke pertanyaan filosofi apakah hak keuangan tersebut sudah memberikan rasa adil bagi hakim? jawabannya relatif tidak, karena di satu sisi hakim harus memberikan rasa adil bagi pencari keadilan sebagai tombak kekuasaan kehakiman dimana dalam menjalankan tugas yudisialnya harus bebas dari segala bentuk intervensi, maka menurut penulis harus dibuat suatu kebijakan yang komprehensif mengenai judicial wellbeing yang muaranya kepada Integritas berbentuk layanan kesehatan mental dan peningkatan remunerasi hakim. Penelitian ini dibuat untuk memberikan gambaran kepada policy maker agar membuat strategi judicial wellbeing yang tujuan intinya adalah meningkatkan kesejahteraan hakim baik kesejahteraan mental dan finansial, hal tersebut menjadi faktor penentu integritas hakim ketika menjalankan tugas yudisialnya secara independen, sebagaimana kode etik dan pedoman perilaku hakim. Berdasarkan metode dan analisis yang digunakan studi ini termasuk jenis doctrinal legal research yang diperoleh melalui studi literatur ditambah
3 Hendrik Khoirul Muhid, “Disebut Tak Setara dengan Tanggung Jawabnya, Berapa Gaji Hakim?”,tempo.co (22 Januari 2022), https://nasional.tempo.co/read/1552868/disebut-tak-setara-dengan-tanggung-jawabnya-berapa-gaji-hakim, diakses 07 Maret 2024.
4Admin IKAHI, “Pemenuhan Jaminan Kesehatan Bagi Hakim” ikahi.or.id (04 September 2023), https://www.ikahi.or.id/berita/pemenuhan-jaminan-kesehatan-bagi-hakim,diakses 07 Maret 2024.
5Oce Madril, “Nasib Kesejahteraan Hakim” pukatkorupsi.ugm.ac.id (2015), https://pukatkorupsi.ugm.ac.id/?p=3809,diakses 07 Maret 2024.
pengetahuan dan pengalaman penulis selama bertugas. Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif-eksplanatif yang bertujuan untuk menjelaskan judicial wellbeing dalam konteks kesejahteraan mental dikaitkan dengan independensi hakim, adapun rumusan masalah yang penulis angkat sebagai berikut:
1. Bagaimana hubungan Judicial wellbeing dengan Independensi Peradilan?
2. Bagaimana implementasi untuk mewujudkan kesejahteraan mental hakim dalam konsep judicial wellbeing?
Bahwa dengan adanya tulisan ini, penulis berupaya memberikan gambaran kepada pengambil kebijakan agar dapat merasakan apa yang dirasakan oleh hakim di daerah dengan segala tantangan dan hambatan, namun tetap melaksanakan tugas yudisial dengan penuh integritas sehingga kesejahteraan mental menjadi hal yang penting. Semoga bermanfaat dan dapat menjadi referensi bagi siapapun yang membaca serta melanjutkan penelitian mengenai judicial wellbeing, terkhusus kepada lembaga legislatif dan eksekutif untuk memberikan jaminan kesejahteraan pribadi dan profesional kepada hakim sebagai pelaksana fungsi peradilan yang independen.
Pembahasan
Kesejahteraan Mental Dalam Konsep Judicial Wellbeing
Judicial Wellbeing menurut Bagus Takwin (Dekan Fakultas Psikolog Universitas Indonesia) narasumber dalam seminar Judicial Wellbeing for Judiciary pada Selasa, 23 Agustus 2022 di Hotel Grand Mercure, Jakarta berpendapat bahwa Judicial Wellbeing adalah pengalaman kesehatan, kegembiraan, dan kemakmuran, termasuk memiliki kesahatan mental yang baik, kepuasan hidup yang tinggi, rasa bermakna atau memiliki tujuan, serta kemampuan mengelola stress para petugas peradilan.6 Kesejahteraan mental adalah kondisi yang sehat, bahagia, dan sejahtera, kesejahteraan mental yang baik dapat membantu seseorang menjalani hidup yang berkualitas, berpikir jernih dan mengambil keputusan yang tepat.7
Dengan memiliki wellbeing, para hakim bisa menjaga kesehatan fisik dan mental secara bersamaan. Wellbeing juga bisa berdampak pada kinerja dan kualitas pengambilan keputusan yudisial. Sementara itu, Psikolog yang juga Koordinator Peminatan Psikologi Klinis Dewasa Dr. Yudiana Ratna Sari, M.Si., menyampaikan bahwa untuk memiliki wellbeing, seseorang harus menyenangi pekerjaannya, harus bisa memberi makna dalam setiap apapun yang dikerjakan. “Ketika kita bisa menyenangi dan memberi makna atas apapun yang kita lakukan, hambatan apapun, bahkan ketika sakit pun, semua akan menyenangkan,” katanya. Dengan menghayati dan memberi makna pada setiap pekerjaan, maka tubuh dan pikiran yang sehat bisa menghasilkan jiwa yang kuat, sehingga berimbas pada peradilan yang sehat dan bahagia.8
Bahwa pada tahun 2023 telah dilaksanakan survei kesejahteraan yudisial (Judicial Wellbeing) pada hakim di Indonesia oleh Mochamad Mirza S.Psi., bersama Dr. Endang Parahyanti. Berdasarkan disposisi PLH Ketua Mahkamah Agung RI kepada Ketua Kamar Pembinaan Mahkamah Agung RI Surat Nomor
6 Azizah, “IKAHI CABANG KHUSUS MAHKAMAH AGUNG GELAR SEMINAR TENTANG JUDICIAL WELLBEING”www.mahkamahagung.go.id (23 Agustus 2022), https://www.mahkamahagung.go.id/id/berita/5365/ikahi-cabang-khusus-mahkamah-agung-gelar-seminar-tentang-judicial-wellbeing, diakses tanggal 07 Maret 2024
7 Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, “KEBIASAAN SEHARI-HARI YANG BISA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MENTAL”diskes.badungkab.go.id (29 Januari 2024), https://diskes.badungkab.go.id/artikel/54986-kebiasaan-sehari-hari-yang-bisa-meningkatkan-kesejahteraan-mental#:~:text=Kesejahteraan%20mental%20adalah%20kondisi%20yang,dan%20mengambil%20keputusan%20yang%20tepat, diakses tanggal 26 Maret 2024
8 Azizah, “IKAHI CABANG KHUSUS MAHKAMAH AGUNG GELAR SEMINAR TENTANG JUDICIAL WELLBEING”www.mahkamahagung.go.id (23 Agustus 2022), https://www.mahkamahagung.go.id/id/berita/5365/ikahi-cabang-khusus-mahkamah-agung-gelar-seminar-tentang-judicial-wellbeing, diakses tanggal 07 Maret 2024
KESEJAHTERAAN MENTAL
KESEHATAN MENTAL
REMUNERASI
FINANSIAL
NON FINANSIAL
78/TuakaBin/VI/2023 tanggal 8 Juni 2023 dan surat PP IKAHI Nomor 090/PP.IKAHI/V/2023 tanggal 29 Mei 2023 tentang ijin dan dukungan pengambilan data penelitian "Kesejahteraan Yudisial (Judicial Wellbeing) pada Hakim di Indonesia". Penelitian tersebut bertujuan untuk mendapatkan gambaran judicial wellbeing Hakim di Indonesia, khususnya pada aspek psikologi. Penelitian tersebut akan digunakan sebagai data empiris untuk memberikan masukan kepada lembaga untuk mengupayakan peningkatan kesejahteraan yudisial hakim di Indonesia, dengan diadakannya survey kesejahteraan peradilan/judicial wellbeing kepada seluruh Hakim di Indonesia.
Ilustrasi 1. kerangka pemikiran penulis
Ilustrasi 2. kerangka pemikiran penulis
Pada Januari 2024, Kementerian Badan Usaha Milik Negara mengumumkan telah menerbitkan surat edaran Nomor: SE-1/MBU/01/2024 tentang Employee Well-Being Policy (EWP) di Lingkungan BUMN yang ditetapkan tanggal 18 Januari 2024, latar belakang ditandatanganinya surat edaran tersebut adalah Menteri Badan Usaha Milik Negara menyadari betapa sangat pentingnya masalah kesehatan mental. Namun, nyatanya hal itu justru kerap disepelekan dan masih dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat.9 Salah satu programnya adalah 1.000 manusia bercerita, program ini merupakan program Kementerian BUMN yang mengajak 1.000 pekerja BUMN di seluruh Indonesia untuk berdiskusi dan melakukan aktivitas untuk menjaga kesehatan mental, dan Pertamina sebagai BUMN juga memiliki wadah
9 Raden Jihad Akbar, Mohammad Yudha Prasetya, “Erick Thohir Jamin Kesehatan Mental Seluruh Pegawai BUMN, Begini Caranya” viva.co.id (19 Januari 2024), https://www.viva.co.id/berita/bisnis/1679156-erick-thohir-jamin-kesehatan-mental-seluruh-pegawai-bumn-begini-caranya diakses pada tanggal 21 Maret 2024;
Laporan dan rencana aksi
Policy
Survey Judicial Wellbeing
afirmatif yang mendukung kesehatan mental seperti konsultasi dan pembinaan, komunitas olahraga dan komunitas seni.10
Merujuk pada kebijakan Kementerian BUMN mengenai Employee Well-Being Policy (EWP) secara konsep serupa dengan Judicial Wellbeing yang tidak terbatas pada kesehatan mental tetapi juga finansial hakim itu sendiri, maka dari itu perlu dibuat kebijakan mengenai Judicial wellbeing secara komperehensif untuk mendukung keseimbangan professional dan pribadi yang dapat membantu menciptakan lingkungan kerja positif bagi hakim sehingga dalam menjalankan tugas yudisialnya, hakim dapat bersikap independen.
Integritas faktor utama independensi hakim Integritas adalah konsisten berperilaku selaras dengan nilai, norma dan/atau etika organisasi, serta jujur dalam hubungan dengan manajemen, rekan kerja, bawahan langsung, dan pemangku kepentingan, menciptakan budaya etika tinggi, bertanggungjawab atas tindakan atau keputusan beserta risiko yang menyertainya,11 integritas adalah kualitas, sifat, atau keadaan yang menunjukkan suatu kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan untuk memancarkan wibawa dan kejujuran.12 Sedangkan menurut syamsir dan embi integritas adalah kecocokan antara hati, ucapan dan tindakan.13 Dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komis Yudisial RI Nomor:047/KMA/SKB/IV/2009 dan 02/SKB/P.KU/IV/2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, prinsip-prinsip dasar kode etik dan pedoman perilaku hakim diimplementasikan dalam 10(sepuluh) aturan perilaku sebagai berikut: (1).Berperilaku Adil, (2). Berperilaku Jujur, (3). Berperilaku Arif dan Bijaksana, (4). Bersikap Mandiri, (5). Berintegritas Tinggi, (6).Bertanggung Jawab, (7). Menjunjung Tinggi Harga Diri, (8). Berdisplin Tinggi, (9). Berperilaku Rendah Hati, (10). Bersikap Profesional, aturan perilaku kelima adalah berintegritas tinggi, integritas bermakna sikap dan kepribadian yang utuh, berwibawa, jujur dan tidak tergoyahkan. Integritas tinggi pada hakekatnya terwujud pada sikap setia dan tangguh berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam melaksanakan tugas. Integritas tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang berani menolak godaan dan segala bentuk intervensi, dengan mengedepankan tuntutan hati nurani untuk menegakkan kebenaran dan keadilan serta selalu berusaha melakukan tugas dengan cara-cara terbaik untuk mencapai tujuan terbaik.
Bahwa dari definisi-definisi yang penulis jabarkan diatas, Integritas melekat pada pribadi, ada di relung hati setiap manusia terkhusus hakim yang dalam menjalankan tugas yudisialnya selalu menggunakan hati nurani, namun tentu saja ada faktor yang mempengaruhi hati nurani manusia sebagaimana dalam QS. Al-An’am: 110 Allah SWT berfirman, “dan kami bolak-balikan hati mereka dan penglihatan mereka”, ayat tersebut mengandung makna bahwa hati nurani manusia itu mudah berubah, kadangkala di jalan yang benar dan adakalanya menjadi khilaf, sedangkan dalam perjanjian baru, hati nurani disebutkan suneidēsis, yang berarti kesadaran moral atau pengetahuan moral, hati nurani bereaksi saat tindakan, perbuatan dan perkataan seseorang sesuai,
10 Fahri, “Jaga Kesehatan Mental, Pertamina dan Kementerian BUMN Gelar Program 1.000 Manusia Bercerita” liputan6.com (28 Februari 2024), https://www.liputan6.com/news/read/5538129/jaga-kesehatan-mental-pertamina-dan-kementerian-bumn-gelar-program-1000-manusia-bercerita?page=2, diakses tanggal 24 Maret 2024
11PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARADANREFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR KOMPETENSI JABATAN APARATUR SIPIL NEGARA
12Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, KBBI VI Daring “definisi integritas” kbbi.kemdikbud.go.id (2016), https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/integritas, diakses tanggal 27 Maret 2024
13Syamsir. S. and Muhamad Ali Embi, “Integrity Development Through PSM For Corruption Prevention Among Public Servant”, International Journal of Psychosocial Rehabilitation, Vol. 24, Issue 08, 2020, hlm. 1437-1448.
atau bertentangan dengan sebuah standar mengenai benar dan salah, maka dari itu sangat berkaitan dengan Independensi.
Independensi dalam kode etik dan pedoman perilaku hakim terdapat pada penerapan perilaku hakim bersikap mandiri, dalam poin dua yang berbunyi hakim wajib bebas dari hubungan yang tidak patut dengan lembaga eksekutif maupun legislatif serta kelompok lain yang berpotensi mengancam kemandirian (independensi) hakim dan badan peradilan, adjektiva “independen dan terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintahan”, menurut Jimly Asshidiqie memiliki makna institusional dan fungsional.14 Hakim harus memiliki sifat yang independen, memiliki moralitas dan keadilan yang tinggi, jujur, dan memiliki pengetahuan yang luas di bidangnya, mereka harus mematuhi kode etik dan pedoman perilaku hakim sebagai persyaratan untuk menjalankan tugasnya sebagai hakim independen yang mengutamakan supremasi hukum dan keadilan melalui sistem peradilan.15
Pada tahun 2016, UNODC (United Nations Office on Drugs Crime) membahas keterkaitan integritas peradilan dan pemberantasan korupsi kemudian meluncurkan program global untuk mempromosikan budaya taat hukum. Hal tersebut mencakup pembentukan jaringan integritas peradilan global untuk berbagi praktik terbaik dan pembelajaran mengenai tantangan mendasar dan pertanyaan baru terkait integritas peradilan dan pencegahan korupsi.16 Dengan demikian integritas merupakan faktor utama independensi hakim, namun faktanya ada hal yang mempengaruhi integritas hakim, salah satunya intervensi finansial yang secara langsung mempengaruhi mental hakim, maka hakim harus diberikan porsi kesejahterannya, karena dengan memberikan kesejahteraan mental yang erat hubungannya dengan finansial, hal itu akan membentuk karakter integritas dan budaya integritas yang mengandung keniscayaan logis menangkal korupsi.
Kesehatan Mental Di Zaman Modern Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dan orang lain serta terhindar dari gangguan-gangguan dan penyakit mental. Hal ini sesuai dengan tugas seorang konselor yang berusaha membantu seseorang mengenal kekuatan/potensi dirinya sendiri yang pada hakekatnya Allah SWT berikan, sehingga dapat tumbuh menjadi pribadi yang unggul. Dengan demikian sebenarnya orang yang sehat mental dapat dilihat dari kemampuan mencapai derajat hidup yang mulia dan bermanfaat bagi orang banyak.17 Prof. Dr. Zakiah Daradjat berkesimpulan bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala-gejala gangguan dan penyakit mental, dapat menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawa kepada kebahagiaan bersama serta tercapainya keharmonisan jiwa dalam hidup. Pendapat tersebut menekankan bahwa kesehatan mental hakekatnya mengarah kepada pemikiran dan perilaku positif seseorang dalam menghadapi kondisi dirinya, orang lain dan masyarakat yang sedang dan akan bertumbuh agar selaras dengan keberadaan dirinya. mental health dalam perspektif WHO menjadi kebutuhan pokok umat manusia
14 Adinda Thalia Zahra, Aditia Sinaga, Muhammad Rafli Firdausi, “PROBLEMATIKA INDEPENDENSI HAKIM SEBAGAI PELAKSANA KEKUASAAN KEHAKIMAN” Bureaucracy Journal: Indonesia Journal of Law and Social-Political Governance, Vol. 3 No. 2 Mei - Agustus 2023, hlm.2009-2025.
15 Adinda Thalia Zahra,dkk , “PROBLEMATIKA INDEPENDENSI HAKIM…., Vol. 3, hlm. 2016
16 Diego García-Sayán, “Corruption, Human Rights, and Judicial Independence” unodc.org (July 2017), https://www.unodc.org/dohadeclaration/en/news/2018/04/corruption--human-rights--and-judicial-independence.html, diakses tanggal 24 Maret 2024.
17 Restu Permadi, Fifiana Wisnaeni, “Tinjauan Hukum Kemandirian Dan Independensi Mahkamah Agung Didalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia” Jurnal Pembangunan Hukum Volume 2, Nomor 3, Tahun 2020, hlm 399-415.
dalam konsep kesehatan mental. Mental yang sehat atau yang sering disebut mental health adalah apabila manusia dapat tumbuh dan berkembang dengan matang dalam hidupnya, menerima tanggung jawab dan melakukan penyesuaian serta berpartisipasi dalam memelihara aturan sosial dan budayanya demikian pendapat Frank, L.K.18
Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.19 Untuk mengetahui apakah seseorang sehat atau tidak sehat jiwanya dapat dilihat dari 4(empat) aspek yaitu:20 1. Perasaan. Ditinjau dari aspek perasaan, sehat atau tidak sehatnya jiwa seseorang dapat dilihat dari muncul atau tidaknya kondisi-kondisi gangguan perasaan seperti: rasa cemas (gelisah), iri hati, sedih, merasa rendah diri, pemarah serta ragu atau bimbang. 2. Pikiran atau Kecerdasan. Ditinjau dari aspek pikiran atau kecerdasan, sehat atau tidak sehatnya jiwa seseorang dapat dilihat dari muncul atau tidaknya kondisi-kondisi gangguan pikiran seperti: sering lupa, sulit berkonsentrasi dan kemampuan berfikir menurun. 3. Kelakuan. Ditinjau dari aspek kelakuan, sehat atau tidak sehatnya jiwa seseorang dapat dilihat dari muncul atau tidaknya kondisi-kondisi gangguan kelakuan seperti: mengganngu ketenangan dan hak orang lain, mencuri, menyakiti dan memfitnah. 4. Kesehatan badan. Ditinjau dari aspek kesehatan badan, sehat atau tidak sehatnya jiwa seseorang dapat dilihat dari muncul atau tidaknya penyakit Psychosomatic yang menyebabkan gangguan kesehatan badan seperti jantung berdebar, pusing, mual dan muntah. Bahwa faktor yang mempengaruhi kesehatan jiwa seseorang menurut darajat adalah sebagai berikut:21 1. Faktor Internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang seperti: kepribadian, kondisi fisik, perkembangan dan kematangan, kondisi psikologis, keberagamaan, sikap menghadapi problema hidup, kebermaknaan hidup, dan keseimbangan dalam berfikir; 2. Faktor eksternal adalah faktor yang berada di luar diri seseorang yang dapat mempengaruhi mental seseorang seperti: keadaan ekonomi, budaya, dan kondisi lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lingkungan pendidikan. Apabila dua faktor tersebut diatas diimplementasikan kepada hakim, sebagaimana pengalaman dan pengetahuan penulis dikaitkan hasil survey Judicial Wellbeing Survey 2021 Report and Action Plan JUDICIARY OF ENGLAND AND WALES , maka yang mempengaruhi kesehatan mental adalah sebagai berikut:
18 Ghazali Bahri, Kesehatan Mental I (Bandar Lampung: Harakindo, 2016) hlm.14
19 Pasal 1 angka 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN JIWA
20 Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1982)
21 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental (Jakarta: PT Gunung Agung, 2001),
Ilustrasi 3. kaitan judicial wellbeing dengan independensi oleh penulis
Kesehatan hakim sangat penting bagi pelaksanaan tugas yudisial, kebijakan kesehatan dan kesejahteraan harus dikembangkan dari waktu ke waktu untuk memastikan pemegang jabatan yudisial didukung untuk tetap sehat, apabila sakit harus dibuat langkah-langkah untuk mendukung agar dapat kembali bekerja, di Inggris dan Wales pada bulan Februari 2021, strategi kesehatan dan kesejahteraan yudisial yang pertama diluncurkan oleh Judiciary of England and Wales, yaitu sebuah rencana empat tahun yang terdiri dari enam tujuan inti sebagai berikut:22 1. promoting the judicial welfare offer; 2. centralising welfare information and having a visible and clear route for access to services; 3. raising awareness of the importance of mental wellbeing; 4. building an inclusive culture across the judiciary; 5. prevention: actions to support the judiciary to stay healthy and sitting; 6. intervention: actions to support judicial office holders during periods of sickness absence; Bahwa dalam survei yang dilaksanakan oleh Judiciary Of England and Wales yang bertajuk survei kesejahteraan peradilan 2021 (laporan dan rencana aksi), yang mana survei ini disebarkan kepada 21.713 pemegang jabatan
22 JUDICIARY OF ENGLAND AND WALES, Judicial Wellbeing Survey 2021 – Report and Action Plan 2022
(JUDICIARY OF ENGLAND AND WALES, Judicial Office, Royal Courts of Justice Strand London, 2022), hlm. 4,
https://www.judiciary.uk/wpcontent/uploads/2022/03/14.51_Judicial_Wellbeing_Survey_2021_Report_and_Action_Plan_FINAL2_WEB.pdf diakses tanggal 07 Maret 2024.
Faktor
Internal
Faktor
Eksternal
INTEGRITAS
INDEPENDENSI HAKIM
- Ketidak hati-hatian /ketidaktelitian
- Rasa aman & nyaman
- Merasa dihargai
- Emosi dan kebijaksanaan
- Moral dan spiritual
- Intervensi finansial, fisik &psikis
- Pasca sanksi
- Terlalu lama di satu tempat
- Jauh dari keluarga
- Beban kerja yang padat
Judicial Wellbeing Policy
yudisial (judicial office holders/JOH) di Inggris dan Wales, yang terdiri 13.177 hakim/magistrates, sebagaimana table dibawah ini.
Tabel 1. Stress and resilience
Current stress levels
51% of JOHs reported that they had experienced occasional manageable periods of stress. 23% were currently moderately stressed, 13% significantly stressed and 2% extremely stressed, while 11% were not stressed at all.
Symptoms of stress in the last 12 months
33% of JOHs reported no symptoms of stress, 27% reported physical symptoms of stress, 45% reported mental symptoms of stress and 48% reported behavioural symptoms of stress. JOHs were able to select all types of stress symptoms that applied so percentages will not sum to 100%.
Primary causes of stress in the last 12 months
Non work-related issues were reported by 41% of JOHs as a primary cause of stress, Covid-19 was reported by 34% of JOHs, judicial workload was reported by 24%, remote working was reported by 22% and screen time by 21%. JOHs were able to select up to three causes of stress therefore percentages will not sum to 100%.
Sickness absence and stress
94% of JOHs reported that they had not had any sickness absence due to stress, 4% said they had and 2% preferred not to say.
Current anxiety levels
24% of JOH were not anxious, 47% occasionally anxious, 19% moderately anxious, 8% significantly anxious and 2% extremely anxious. Significant levels of anxiety for all JOHs was five percentage points lower than significant levels of stress.
Sumber: Judicial Wellbeing Survey 2021 – Report and Action Plan JUDICIARY OF ENGLAND AND WALES
Berdasarkan survey tersebut diatas yang dilakukan terhadap Judicial Office Holders (JOH) yang mana Hakim/magistrates menjadi objek survei, dapat ditarik kesimpulan bahwa 51% Judicial Office Holders (JOH) pernah mengalami periode stress dan hanya 11% yang tidak mengalami stres sama sekali, kemudian gejala stress yang paling tinggi persentasenya dalam dua belas bulan terakhir adalah gejala stres perilaku dan mental, dan yang paling mencengangkan bahwa persentase penyebab utama stres dalam dua belas bulan terakhir justru muncul dari masalah yang tidak terkait dengan pekerjaan sebanyak 41% sedangkan masalah yang tekait beban kerja yudisial hanya 24%, yang lebih mencengangkan lagi sebanyak 94% tetap masuk meskipun sakit karena stres, begitupun dengan tingkat kecemasan saat ini ada 47% yang mengatakan kadang-kadang cemas, meskipun survei tersebut dilakukan terhadap Judicial Office Holders (JOH) yang didalamnya termasuk Hakim di Inggris dan Wales, survei tersebut membuktikan bahwa hakim di negara maju seperti Inggris dan Wales faktanya mengalami kondisi stres.
Jaminan layanan kesehatan mental hakim Bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Judiciary of England and Wales tahun 2021 dalam survey, laporan, dan rencana aksi kesejahteraan peradilan dijelaskan saat ini terdapat berbagai dukungan yang tersedia untuk mendukung manajemen stres dan ketahanan dalam peradilan, termasuk pembelajaran online dan sesi tatap muka yang dikembangkan oleh Judicial
College. Selanjutnya dalam survey tersebut pemegang jabatan yudisial ditanya apakah dalam 12 bulan terakhir menggunakan salah satu dari dukungan berikut ini: - Saluran Bantuan Yudisial, - konseling khusus melalui Penyedia Bantuan Yudisial, - e-learning Mengelola Stres dan Membangun Ketangguhan, - e-learning Penilaian yang Bijaksana dan meditasi yang dipandu atau LawCare. Tabel 2. Use of the judicial mental wellbeing and stress support in the last 12 months Use of the judicial mental wellbeing and stress support in the last 12 months: 88% of JOHs said that they had not used any of the support listed, 12% had used one or more forms of support and 0.4% preferred not to say.
Sumber: Judicial Wellbeing Survey 2021 – Report and Action Plan JUDICIARY OF ENGLAND AND WALES Berdasarkan survey tersebut diatas dari 12% yang menggunakan satu atau beberapa bentuk dukungan, diperoleh 3(tiga) bentuk dukungan teratas yang digunakan adalah: 1. berbicara dengan pemimpin peradilan; 2. Mengelola stres dan membangun ketahanan melalui e-learning 3. Penilaian dengan penuh kesadaran dan meditasi yang dipandu atau LawCare Bahwa Mahkamah Agung juga sudah mengakomodir, salah satunya mengadakan Pelatihan Kebahagiaan Kerja di Pengadilan Happines at work pada Tahun 2020 yang telah dilaksanakan dalam beberapa gelombang, oleh Pusdiklat Manajemen dan Kepemimpinan Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung Republik Indonesia yang bekerjasama dengan Executive Learning Institute Prasetiya Mulya, hal tersebut menjadi salah satu langkah nyata untuk memberikan kesejahteraan mental kepada Aparatur Peradilan terkhusus Hakim, namun harus dilaksanakan secara berkesinambungan dan bervariasi.
Program kesejahteraan peradilan di Inggris, Wales, dan Kanada Berdasarkan penelitian survei kesejahteraan peradilan/Judicial Wellbeing yang dilakukan oleh Judiciary of England and Wales pada tahun 2021, program yang pertama yang telah ada di Inggris dan Wales adalah saluran bantuan yudisial yang merupakan saluran telepon rahasia untuk lembaga peradilan dan keluarga dekat (pasangan dan anak-anak). Layanan ini memberikan akses langsung terhadap dukungan praktis dan emosional dari personel terlatih 24 jam sehari, setiap hari sepanjang tahun, tanpa dipungut biaya. awalnya dukungan dan konseling ini diberikan melalui telepon, namun konseling tatap muka juga diberikan kepada hakim bila diperlukan; Kedua, Perawatan Hukum/LawCare, merupakan badan amal yang memberikan dukungan kesehatan dan nasihat gratis, untuk peradilan dan anggota profesi hukum, sepanjang tahun, bahwa Hakim dapat mengakses situs web yang penuh dengan panduan bermanfaat, terdapat juga paket informasi yang bias diunduh dari situs web dan artikel yang menarik, lembaga ini memberikan kursus pelatihan tentang stres dan trauma, LawCare juga menyediakan portal kesejahteraan untuk membantu pengguna mengenali dan mengelola stres dalam hidup, dan hal tersebut ditanggapi positif oleh penggunanya. Ketiga, Judicial College, kalau di Indonesia serupa dengan Badan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan yang bertanggung jawab untuk melatih para pemegang jabatan peradilan termasuk Hakim, dengan mengadakan pelatihan kepemimpinan untuk membantu para hakim mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tanggung jawab yang diberikan kepada Hakim. Judicial College menawarkan modul tentang mengelola stres, topiknya
mencakup pengenalan tentang stres dan bagaimana stres berkembang, potensi tekanan di lingkungan peradilan, bagaimana pemimpin lembaga peradilan dapat mengidentifikasi dan merespon tekanan yang dialami pihak lain, dan strategi mengenai bagaimana pemimpin lembaga peradilan dapat mengelola tekanan dari peran mereka sendiri. Keempat, diperkenalkannya Penasihat Regional Sumber Daya Manusia Yudisial yang merupakan bagian dari Kantor Yudisial, namun mereka bekerja dalam wilayah terdapat satu untuk setiap wilayah. Perannya adalah memberikan nasihat dan dukungan bagi para hakim dalam segala hal yang berkaitan dengan kesejahteraan peradilan. Bahwa kebijakan tersebut bertujuan untuk menjaga kesehatan mental Hakim, dengan mencegah stres dan kesehatan yang buruk sedini mungkin. Selain di Inggris dan Wales, di negara Kanada juga memiliki program terbaru yang dijalankan oleh peradilan Kanada tentang kesehatan peradilan, Peradilan Kanada memiliki akses terhadap layanan konseling rahasia yang gratis, lembaga ini juga menyediakan layanan konseling khusus bagi para hakim yang pernah menjalani persidangan yang menegangkan karena berurusan dengan perkara-perkara yang menarik perhatian publik. Lembaga ini menjalankan kursus yang disebut bertahan dan berkembang, mengoptimalkan produktivitas dan kesejahteraan peradilan. Topik yang dibahas meliputi trauma dan penanganan kasus-kasus penting, ada sesi mengenai kesejahteraan fisik dan psikologis para hakim, stres dan penuaan otak, menilai humor, manfaat tertawa ringan serta meditasi.23
Maka dengan demikian perlu dibuat upaya preventif yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa, Mahkamah Agung dapat menyediakan dukungan psikososial dan kesehatan mental di lingkungan lembaga, sebagaimana di Pengadilan Inggris dan Wales seperti saluran bantuan yudisial, LawCare yang menyediakan portal kesejahteraan untuk membantu Hakim mengenali dan mengelola stres, pelatihan oleh Judicial College dengan membuat modul mengelola stres, membentuk Penasihat Regional SDM Yudisial yang merupakan bagian dari Kantor Yudisial atau Badan Pengawasan, serta contoh di Pengadilan Kanada yang membuat layanan konseling rahasia yang gratis terkhusus bagi hakim yang menderita trauma dan yang menangani kasus-kasus yang menarik perhatian publik;
Peningkatan Remunerasi Hakim Remunerasi pegawai merupakan usulan klasik yang tak lekang oleh waktu, remunerasi merupakan kata serapan dari bahasa Inggris, remunerate menurut Oxford American Dictionaries berarti pay (someone) for services rendered or work done. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia kata remunerasi diartikan sebagai pemberian hadiah (penghargaan atas jasa dan imbalan), Remunerasi Menurut Mochamad Surya merupakan sesuatu yang diterima oleh pegawai dalam bentuk imbalan, yang mana pegawai telah berkontribusi terhadap perusahaan ataupun tempat mereka bekerja.24 Remunerasi sejalan dengan salah satu bentuk teori motivasi yaitu Goal-Setting Theory sebagaimana dikemukakan oleh Locke, Goal-Setting Theory menekankan pada pentingnya hubungan antara tujuan yang ditetapkan dan kinerja yang dihasilkan.25 Konsep dasarnya yaitu seseorang yang mampu memahami tujuan yang diharapkan oleh organisasi, maka pemahaman tersebut
23 Victoria Sharp, The Rt Hon. Lady Justice Sharp Dbe Vice President Of The Queen’s Bench Division, In Sickness And In Health Judicial Welfare in England and Wales (Committee for Judicial Studies National Conference 2016),hlm.9,https://www.judiciary.uk/wp-content/uploads/2017/04/lj-sharp-judicial-welfare-speech-20161118.pdf diakses tanggal 20 Maret 2024.
24 Mochammad Surya, Teori Remunerasi (Jakarta: Balai Pustaka,2004)
25 Locke, E. A., Toward a Theory of Task Motivation and Incentives. Organizational Behavior and Human Performance,1968, 3, 57-189
akan mempengaruhi prilaku kerja. Goal-Setting Theory mengisyaratkan bahwa seorang individu berkomitmen pada tujuan. Untuk mendorong semangat kerja Hakim, maka remunerasi finansial dan/atau non finansial adalah salah satu cara meningkatkan kesejahteraan mental hakim, sepatutnya setiap perbuatan, usaha, dan prestasi itu berbanding sejajar dengan imbalan, pahala, dan penghargaan, yang akan diberikan. Allah SWT berfirman dalam QS. At-Taubah: 105, “dan katakanlah, bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menjaga kinerja dan juga loyalitas Hakim, adalah dengan memberikan remunerasi finansial maupun non finansial sebagaimana pada gambar dibawah ini.26
Sumber: Skripsi Natasha Lutfi Aisyah Gambar.1 Komponen Remunerasi Bahwa remunerasi non finansial terdiri dari kepuasan yang diperoleh pegawai dari pekerjaan itu sendiri dan dari lingkungan pekerjaan, salah satunya kepuasan yang diperoleh pegawai dari pekerjaan yang dapat diciptakan oleh perusahaan/instansi dan pegawai yaitu efek psikologis dan fisik dimana orang tersebut bekerja, termasuk di dalamnya antara lain berupa kebijakan yang sehat dan wajar, supervisi dilakukan oleh pegawai yang kompeten, adanya rekan kerja yang menyenangkan, pemberian simbol status, terciptanya lingkungan kerja yang nyaman, adanya pembagian pekerjaan adil, waktu kerja yang fleksibel, dan lain-lain.27 Benefit remunerasi finansial menjadi hal utama, namun remunerasi non finansial dapat diterapkan sejalan, sebagai contoh penempatan yang dekat dengan keluarga, ada aparatur peradilan yang penempatan tugasnya di Aceh, sedangkan istri dan anaknya di Lampung, saat ini anaknya menderita sakit dan
26 Natasha Lutfi Aisyah, “Pengaruh Kebijakan Remunerasi Terhadap Kinerja Pegawai Di Fakultas Ushuluddin Dan Studi Agama Uin Raden Intan Lampung”, Skripsi, Indonesia: Fakultas Ushuluddin Dan Studi Agama Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung,2021, hlm.xxiv, http://repository.radenintan.ac.id/14191/1/skripsi%201-2.pdf diakses 26 Maret 2024.
27 Natasha Lutfi Aisyah, “Pengaruh Kebijakan Remunerasi...., hlm. xxiii
sudah meninggal dunia, sehingga dapat mengakibatkan aparatur peradilan tidak fokus melaksanakan tugas yudisialnya, atau seorang aparatur peradilan yang dikenakan sanksi karena kehilangan berkas di meja kerjanya, dan mungkin masih banyak contoh lain yang luput dari pemberitaan dan publikasi, maka remunerasi non finansial menjadi hal yang penting karena memiliki value lebih untuk pegawai. Bahwa hakim dalam menjalankan tugasnya dituntut menjadi penulis yang baik karena putusan dan penetapan adalah produknya, maka dapat diberikan dukungan motivasi berupa remunerasi non finansial berupa sarana agar hakim dapat menuangkan ide atau gagasannya dalam bentuk karya tulis, ini dapat menjadi salah satu remunerasi non finansial, di satu sisi juga sebagai sarana pembinaan dan pelatihan kepada hakim. penulis sangat berterima kasih kepada Mahkamah Agung dan Pengurus Pusat IKAHI yang saat ini mempunyai wadah jurnal ilmiah JUDEX LAGUENS yang salah satunya digunakan untuk mengembangkan pikiran, ide, dan gagasan para hakim dan warga peradilan. Dengan demikian peningkatan remunerasi finansial menjadi hal utama dan remunerasi non finansial dapat menjadi alternatif sebagai implementasi kesejahteraan mental Hakim.
Kesimpulan Kesejahteraan mental adalah kondisi yang sehat, bahagia dan sejahtera, membantu hakim menjalani hidup yang berkualitas dan mengambil keputusan yang tepat. Mewujudkan kesejahteraan mental hakim merupakan bagian dari Independensi peradilan. Rencana aksi yang paling nyata saat ini adalah mengadakan layanan kesehatan mental khusus Hakim dan peningkatan remunerasi hakim dalam bentuk finansial dan/atau non finansial, sehingga kesejahteraan peradilan harus segera dibuat menjadi kebijakan, yang akan berpengaruh kepada budaya dan karakter hakim dalam menjalankan tugas yudisialnya. Diharapkan Judicial Wellbeing Policy akan menjadi aksi yang memiliki value untuk mewujudkan hakim berintegritas dalam konsep independensi peradilan.
Pernyataan Bahwa karya tulis ilmiah ini adalah benar-benar hasil karya sendiri yang dalam penulisannya tunduk dan patuh pada kaidah-kaidah, etika dan norma penulisan sebuah karya tulis ilmiah sesuai dengan ketentuan yang berlaku terkhusus ketentuan lomba karya tulis ilmiah HUT IKAHI ke-71 tahun 2024.
Daftar Pustaka
Adinda Thalia Zahra, Aditia Sinaga, Muhammad Rafli Firdausi, “PROBLEMATIKA INDEPENDENSI HAKIM SEBAGAI PELAKSANA KEKUASAAN KEHAKIMAN”, Bureaucracy Journal: Indonesia,vol. 3 No. 2 (2023), hlm.2020
Admin IKAHI, “Pemenuhan Jaminan Kesehatan Bagi Hakim” ikahi.or.id (04 September 2023),https://www.ikahi.or.id/berita/pemenuhan-jaminan-kesehatan-bagi-hakim, diakses 07 Maret 2024.
Azizah, “IKAHI CABANG KHUSUS MAHKAMAH AGUNG GELAR SEMINAR TENTANG JUDICIAL WELLBEING”www.mahkamahagung.go.id (23 Agustus 2022), https://www.mahkamahagung.go.id/id/berita/5365/ikahi-cabang-khusus mahkamah-agung-gelar-seminar-tentang-judicial-wellbeing,diakses tanggal 07 Maret 2024.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, KBBI VI Daring “definisi integritas” kbbi.kemdikbud.go.id(2016), https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/integritas, diakses tanggal 27 Maret 2024.
Diego García-Sayán, “Corruption, Human Rights, and Judicial Independence” unodc.org (July 2017), https://www.unodc.org/dohadeclaration/en/news/2018/04/corruption--human-rights--and-judicial-independence.html, diakses tanggal 24 Maret 2024.
Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, “KEBIASAAN SEHARI-HARI YANG BISA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MENTAL”diskes.badungkab.go.id (29 Januari 2024),https://diskes.badungkab.go.id/artikel/54986-kebiasaan-sehari-hari-yang-bisa-meningkatkan-kesejahteraan mental#:~:text=Kesejahteraan%20mental%20adalah%20kondisi%20yang,dan%20mengambil%20keputusan%20yang%20tepat, diakses tanggal 26 Maret 2024
Fahri, “Jaga Kesehatan Mental, Pertamina dan Kementerian BUMN Gelar Program 1.000 Manusia Bercerita” liputan6.com (28 Februari 2024), https://www.liputan6.com/news/read/5538129/jaga-kesehatan-mental-pertamina-dan-kementerian-bumn-gelar-program-1000-manusia-bercerita?page=2,diakses tanggal 24 Maret 2024.
Ghazali Bahri, Kesehatan Mental I (Bandar Lampung: Harakindo, 2016)
Hendrik Khoirul Muhid, “Disebut Tak Setara dengan Tanggung Jawabnya, Berapa Gaji Hakim?”,tempo.co(22Januari2022),https://nasional.tempo.co/read/1552868/disebut-tak-setara-dengan-tanggung-jawabnya-berapa-gaji-hakim, diakses 07 Maret 2024.
JUDICIARY OF ENGLAND AND WALES, Judicial Wellbeing Survey 2021 – Report and Action Plan 2022 (JUDICIARY OF ENGLAND AND WALES, Judicial Office, RoyalCourtsofJusticeStrandLondon,(2022),hlm.4,https://www.judiciary.uk/wpcontent/uploads/2022/03/14.51_Judicial_Wellbeing_Survey_2021_Report_and_Action_Plan_FINAL2_WEB.pdf diakses tanggal 07 Maret 2024.
Locke, E. A., Toward a Theory of Task Motivation and Incentives. Organizational Behavior and Human Performance,1968, 3, 57-189.
Mochammad Surya, Teori Remunerasi (Jakarta: Balai Pustaka,2004)
Natasha Lutfi Aisyah, “Pengaruh Kebijakan Remunerasi Terhadap Kinerja Pegawai Di Fakultas Ushuluddin Dan Studi Agama Uin Raden Intan Lampung”, Skripsi, Indonesia: Fakultas Ushuluddin Dan Studi Agama Universitas Islam Negeri RadenIntanLampung,2021,hlm.xxiv,http://repository.radenintan.ac.id/14191/1/skripsi%201-2.pdf
Oce Madril, “Nasib Kesejahteraan Hakim” pukatkorupsi.ugm.ac.id (2015), https://pukatkorupsi.ugm.ac.id/?p=3809,diakses 07 Maret 2024.
PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARADANREFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR KOMPETENSI JABATAN APARATUR SIPIL NEGARA
Raden Jihad Akbar, Mohammad Yudha Prasetya, “Erick Thohir Jamin Kesehatan Mental Seluruh Pegawai BUMN, Begini Caranya” viva.co.id (19 Januari 2024), https://www.viva.co.id/berita/bisnis/1679156-erick-thohir-jamin-kesehatan-mental-seluruh-pegawai-bumn-begini-caranya diakses pada tanggal 21 Maret 2024;
Restu Permadi, Fifiana Wisnaeni, “Tinjauan Hukum Kemandirian Dan Independensi Mahkamah Agung Didalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia” Jurnal Pembangunan Hukum Volume 2, Nomor 3, Tahun 2020, hlm 399-415.
Syamsir. S. and Muhamad Ali Embi, “Integrity Development Through PSM For Corruption Prevention Among Public Servant”, International Journal of Psychosocial Rehabilitation, Vol. 24, Issue 08, 2020, hlm. 1437-1448.
Victoria Sharp, The Rt Hon. Lady Justice Sharp Dbe Vice President Of The Queen’s Bench Division, In Sickness And In Health Judicial Welfare in England and Wales (Committee for Judicial Studies National Conference 2016),hlm.9,https://www.judiciary.uk/wp-content/uploads/2017/04/lj-sharp-judicial-welfare-speech-20161118.pdf diakses tanggal 20 Maret 2024.
World Health Organization, World mental health report: transforming mental health for all, (Geneva: World Health Organization; 2022),hlm.vi, https://www.who.int/teams/mental-health-and-substance-use/world-mental-health-report diakses pada 06 Maret 2024.
Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1982)
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental (Jakarta: PT Gunung Agung, 2001)
JUDICAL WELLBEING POLICY MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN MENTAL HAKIM UNTUK INDEPENDENSI PERADILAN
JUDICIAL WELLBEING POLICY: MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN MENTAL HAKIM UNTUK INDEPENDENSI PERADILAN
Muhammad Taufiq
Yudhistira Gilang Perdana
Hakim Pengadilan Negeri Sungai Penuh
Hakim Pengadilan Negeri Calang
Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Abstrak
Hakim adalah manusia yang memiliki keterbatasan kemampuan dengan segala konsekuensi dan tanggung jawab, dalam menjalankan tugas yudisial hakim dituntut memberikan rasa keadilan, tekanan saat mengadili, pasca putusan, bahkan pasca sanksi, dapat menjadi pemicu masalah kesehatan mental, sejalan dengan itu remunerasi hakim wajib diperhatikan. Integritas Hakim adalah kunci untuk mewujudkan Independensi Peradilan, kebijakan yang berbasis pada kesejahteraan hakim harus digulirkan, Hakim umumnya menghadapi tekanan dari pekerjaan yang menuntut intelektual, beban kerja yang tinggi, dan pengawasan media serta masyarakat, Australia Wellbeing Survey of Australia’s Judiciary Reveals Risk of Distress and Burnout, Mei 2019 mengungkapkan bahwa Hakim berisiko mengalami kelelahan dan trauma, berdasarkan Judicial Wellbeing Survey 2021, report and action plan oleh Judiciary of England and Wales disebutkan salah satu tujuan inti strategi kesehatan dan kesejahteraan yudisial adalah meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesejahteraan mental, selain itu faktor keuangan merupakan komponen penting dalam konsep Independensi peradilan.
Kata kunci: Kesejahteraan Mental Hakim, Remunerasi Hakim, Judicial Wellbeing, kesehatan mental hakim.
Pendahuluan
Secara kontekstual, independensi peradilan bisa diartikan segala faktor atau kondisi yang mendukung sikap batin hakim, yang bebas mengungkapkan nuraninya terhadap keadilan, salah satu faktor ada atau tidaknya independensi peradilan adalah Integritas Hakim, secara singkat Integritas dapat diartikan sebagai kapasitas mental dan fisik, yang menitikberatkan pada upaya peningkatan kesejahteraan,1 No Health Without Mental Health adalah pernyataan yang disampaikan Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus (Director General World Health Organization) dalam kata pengantarnya dalam world mental health report: transforming mental health for all, yang ditindaklanjuti oleh dengan ditetapkannya comprehensive mental health action plan 2013–2030.2 kesejahteraan dikaitkan juga dengan remunerasi, sehingga Hakim seharusnya tidak perlu lagi khawatir tentang kondisi keuangan baik sekarang maupun di hari tua.
Hakim dalam kedudukannya sebagai pejabat negara telah dinyatakan dalam konstitusi Indonesia Pasal 24 ayat (2). Bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh lembaga negara, namun sesungguhnya yang melakukan secara nyata adalah hakim dalam kedudukan sebagai pejabat negara. Hakim sebagai pejabat negara ditegaskan juga dalam Pasal 19 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 58 huruf e Undang-Undang
1 Adinda Thalia Zahra , Aditia Sinaga , Muhammad Rafli Firdausi, “PROBLEMATIKA INDEPENDENSI HAKIM SEBAGAI PELAKSANA KEKUASAAN KEHAKIMAN”, Bureaucracy Journal: Indonesia,vol. 3 No. 2 (2023), hlm.2020
2World Health Organization, World mental health report: transforming mental health for all, (Geneva: World Health Organization; 2022),hlm.vi, https://www.who.int/teams/mental-health-and-substance-use/world-mental-health-report diakses pada 06 Maret 2024.
Nomor 20 Tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara. Hakim sebagai pejabat negara memiliki tugas utama mengadili perkara, Ketua Pengadilan Tinggi Surabaya Zaid Umar Bobsaid ketika menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Denpasar sebagai narasumber Focus Group Discusion yang dilakukan Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI di Denpasar tanggal 24-28 Agustus 2020, memberikan pernyataan bahwa tugas Hakim tidak hanya dihadapkan dengan tanggung jawab untuk memutus perkara dengan benar dan adil yang dapat diterima oleh para pihak, hakim juga dihadapkan pada berbagai tekanan baik fisik maupun mental oleh para pihak yang berperkara dan pada beberapa kasus berat yang pernah ditangani, beliau mendapat intimidasi fisik yang mengancam keselamatan.3
Negara telah mengatur kesejahteraan hakim dalam bentuk Hak keuangan dan fasilitas sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 Tentang Hak Keuangan Dan Fasilitas Hakim, hingga sekarang pemenuhan hak keuangan dan fasilitas bagi hakim belum tuntas direalisasikan, berkembang isu kesejahteraan peradilan atau dikenal dengan istilah Judicial wellbeing, kesehatan mental menjadi salah satu tujuan inti strategi Judicial wellbeing, implementasi jaminan kesehatan hakim telah dilaksanakan oleh Mahkamah Agung bersama Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia telah bersinergi dengan BPJS Kesehatan berdasarkan nota kesepahaman nomor:04/KMA/NK/XI/2022 dan nomor:35/MoU/1122 tanggal 8 November 2022.4 Setelah itu diterbitkannya Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 184/KMA/SK.KP5.2/IX/2023 Tentang Pedoman Pemberian Jaminan Kesehatan Bagi Hakim Pada Empat Lingkungan Peradilan di Bawah Mahkamah Agung, kemudian ditetapkan PT Asuransi Jiwa Mandiri Inhealth Indonesia, sehingga pada tahun 2024 Hakim sudah mendapatkan asuransi, namun bagaimana dengan kesejahteraan mental dalam hal ini berkaitan dengan kesehatan mental hakim yang belum diakomodir oleh asuransi. Penelitian International Commission of Justice yang berjudul “Reviewing Measures to Prevent and Combat Judicial Corruption” pada tahun 2010, memberi konfirmasi bahwa salah satu penyebab korupsi peradilan adalah rendahnya remunerasi yang diterima hakim,5 lalu timbul pertanyaan apakah Hak Keuangan yang selama ini diterima hakim itu sudah cukup? maka dalam konteks ini penulis menjawab sudah cukup, namun apabila kita tarik ke pertanyaan filosofi apakah hak keuangan tersebut sudah memberikan rasa adil bagi hakim? jawabannya relatif tidak, karena di satu sisi hakim harus memberikan rasa adil bagi pencari keadilan sebagai tombak kekuasaan kehakiman dimana dalam menjalankan tugas yudisialnya harus bebas dari segala bentuk intervensi, maka menurut penulis harus dibuat suatu kebijakan yang komprehensif mengenai judicial wellbeing yang muaranya kepada Integritas berbentuk layanan kesehatan mental dan peningkatan remunerasi hakim. Penelitian ini dibuat untuk memberikan gambaran kepada policy maker agar membuat strategi judicial wellbeing yang tujuan intinya adalah meningkatkan kesejahteraan hakim baik kesejahteraan mental dan finansial, hal tersebut menjadi faktor penentu integritas hakim ketika menjalankan tugas yudisialnya secara independen, sebagaimana kode etik dan pedoman perilaku hakim. Berdasarkan metode dan analisis yang digunakan studi ini termasuk jenis doctrinal legal research yang diperoleh melalui studi literatur ditambah
3 Hendrik Khoirul Muhid, “Disebut Tak Setara dengan Tanggung Jawabnya, Berapa Gaji Hakim?”,tempo.co (22 Januari 2022), https://nasional.tempo.co/read/1552868/disebut-tak-setara-dengan-tanggung-jawabnya-berapa-gaji-hakim, diakses 07 Maret 2024.
4Admin IKAHI, “Pemenuhan Jaminan Kesehatan Bagi Hakim” ikahi.or.id (04 September 2023), https://www.ikahi.or.id/berita/pemenuhan-jaminan-kesehatan-bagi-hakim,diakses 07 Maret 2024.
5Oce Madril, “Nasib Kesejahteraan Hakim” pukatkorupsi.ugm.ac.id (2015), https://pukatkorupsi.ugm.ac.id/?p=3809,diakses 07 Maret 2024.
pengetahuan dan pengalaman penulis selama bertugas. Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif-eksplanatif yang bertujuan untuk menjelaskan judicial wellbeing dalam konteks kesejahteraan mental dikaitkan dengan independensi hakim, adapun rumusan masalah yang penulis angkat sebagai berikut:
1. Bagaimana hubungan Judicial wellbeing dengan Independensi Peradilan?
2. Bagaimana implementasi untuk mewujudkan kesejahteraan mental hakim dalam konsep judicial wellbeing?
Bahwa dengan adanya tulisan ini, penulis berupaya memberikan gambaran kepada pengambil kebijakan agar dapat merasakan apa yang dirasakan oleh hakim di daerah dengan segala tantangan dan hambatan, namun tetap melaksanakan tugas yudisial dengan penuh integritas sehingga kesejahteraan mental menjadi hal yang penting. Semoga bermanfaat dan dapat menjadi referensi bagi siapapun yang membaca serta melanjutkan penelitian mengenai judicial wellbeing, terkhusus kepada lembaga legislatif dan eksekutif untuk memberikan jaminan kesejahteraan pribadi dan profesional kepada hakim sebagai pelaksana fungsi peradilan yang independen.
Pembahasan
Kesejahteraan Mental Dalam Konsep Judicial Wellbeing
Judicial Wellbeing menurut Bagus Takwin (Dekan Fakultas Psikolog Universitas Indonesia) narasumber dalam seminar Judicial Wellbeing for Judiciary pada Selasa, 23 Agustus 2022 di Hotel Grand Mercure, Jakarta berpendapat bahwa Judicial Wellbeing adalah pengalaman kesehatan, kegembiraan, dan kemakmuran, termasuk memiliki kesahatan mental yang baik, kepuasan hidup yang tinggi, rasa bermakna atau memiliki tujuan, serta kemampuan mengelola stress para petugas peradilan.6 Kesejahteraan mental adalah kondisi yang sehat, bahagia, dan sejahtera, kesejahteraan mental yang baik dapat membantu seseorang menjalani hidup yang berkualitas, berpikir jernih dan mengambil keputusan yang tepat.7
Dengan memiliki wellbeing, para hakim bisa menjaga kesehatan fisik dan mental secara bersamaan. Wellbeing juga bisa berdampak pada kinerja dan kualitas pengambilan keputusan yudisial. Sementara itu, Psikolog yang juga Koordinator Peminatan Psikologi Klinis Dewasa Dr. Yudiana Ratna Sari, M.Si., menyampaikan bahwa untuk memiliki wellbeing, seseorang harus menyenangi pekerjaannya, harus bisa memberi makna dalam setiap apapun yang dikerjakan. “Ketika kita bisa menyenangi dan memberi makna atas apapun yang kita lakukan, hambatan apapun, bahkan ketika sakit pun, semua akan menyenangkan,” katanya. Dengan menghayati dan memberi makna pada setiap pekerjaan, maka tubuh dan pikiran yang sehat bisa menghasilkan jiwa yang kuat, sehingga berimbas pada peradilan yang sehat dan bahagia.8
Bahwa pada tahun 2023 telah dilaksanakan survei kesejahteraan yudisial (Judicial Wellbeing) pada hakim di Indonesia oleh Mochamad Mirza S.Psi., bersama Dr. Endang Parahyanti. Berdasarkan disposisi PLH Ketua Mahkamah Agung RI kepada Ketua Kamar Pembinaan Mahkamah Agung RI Surat Nomor
6 Azizah, “IKAHI CABANG KHUSUS MAHKAMAH AGUNG GELAR SEMINAR TENTANG JUDICIAL WELLBEING”www.mahkamahagung.go.id (23 Agustus 2022), https://www.mahkamahagung.go.id/id/berita/5365/ikahi-cabang-khusus-mahkamah-agung-gelar-seminar-tentang-judicial-wellbeing, diakses tanggal 07 Maret 2024
7 Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, “KEBIASAAN SEHARI-HARI YANG BISA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MENTAL”diskes.badungkab.go.id (29 Januari 2024), https://diskes.badungkab.go.id/artikel/54986-kebiasaan-sehari-hari-yang-bisa-meningkatkan-kesejahteraan-mental#:~:text=Kesejahteraan%20mental%20adalah%20kondisi%20yang,dan%20mengambil%20keputusan%20yang%20tepat, diakses tanggal 26 Maret 2024
8 Azizah, “IKAHI CABANG KHUSUS MAHKAMAH AGUNG GELAR SEMINAR TENTANG JUDICIAL WELLBEING”www.mahkamahagung.go.id (23 Agustus 2022), https://www.mahkamahagung.go.id/id/berita/5365/ikahi-cabang-khusus-mahkamah-agung-gelar-seminar-tentang-judicial-wellbeing, diakses tanggal 07 Maret 2024
KESEJAHTERAAN MENTAL
KESEHATAN MENTAL
REMUNERASI
FINANSIAL
NON FINANSIAL
78/TuakaBin/VI/2023 tanggal 8 Juni 2023 dan surat PP IKAHI Nomor 090/PP.IKAHI/V/2023 tanggal 29 Mei 2023 tentang ijin dan dukungan pengambilan data penelitian "Kesejahteraan Yudisial (Judicial Wellbeing) pada Hakim di Indonesia". Penelitian tersebut bertujuan untuk mendapatkan gambaran judicial wellbeing Hakim di Indonesia, khususnya pada aspek psikologi. Penelitian tersebut akan digunakan sebagai data empiris untuk memberikan masukan kepada lembaga untuk mengupayakan peningkatan kesejahteraan yudisial hakim di Indonesia, dengan diadakannya survey kesejahteraan peradilan/judicial wellbeing kepada seluruh Hakim di Indonesia.
Ilustrasi 1. kerangka pemikiran penulis
Ilustrasi 2. kerangka pemikiran penulis
Pada Januari 2024, Kementerian Badan Usaha Milik Negara mengumumkan telah menerbitkan surat edaran Nomor: SE-1/MBU/01/2024 tentang Employee Well-Being Policy (EWP) di Lingkungan BUMN yang ditetapkan tanggal 18 Januari 2024, latar belakang ditandatanganinya surat edaran tersebut adalah Menteri Badan Usaha Milik Negara menyadari betapa sangat pentingnya masalah kesehatan mental. Namun, nyatanya hal itu justru kerap disepelekan dan masih dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat.9 Salah satu programnya adalah 1.000 manusia bercerita, program ini merupakan program Kementerian BUMN yang mengajak 1.000 pekerja BUMN di seluruh Indonesia untuk berdiskusi dan melakukan aktivitas untuk menjaga kesehatan mental, dan Pertamina sebagai BUMN juga memiliki wadah
9 Raden Jihad Akbar, Mohammad Yudha Prasetya, “Erick Thohir Jamin Kesehatan Mental Seluruh Pegawai BUMN, Begini Caranya” viva.co.id (19 Januari 2024), https://www.viva.co.id/berita/bisnis/1679156-erick-thohir-jamin-kesehatan-mental-seluruh-pegawai-bumn-begini-caranya diakses pada tanggal 21 Maret 2024;
Laporan dan rencana aksi
Policy
Survey Judicial Wellbeing
afirmatif yang mendukung kesehatan mental seperti konsultasi dan pembinaan, komunitas olahraga dan komunitas seni.10
Merujuk pada kebijakan Kementerian BUMN mengenai Employee Well-Being Policy (EWP) secara konsep serupa dengan Judicial Wellbeing yang tidak terbatas pada kesehatan mental tetapi juga finansial hakim itu sendiri, maka dari itu perlu dibuat kebijakan mengenai Judicial wellbeing secara komperehensif untuk mendukung keseimbangan professional dan pribadi yang dapat membantu menciptakan lingkungan kerja positif bagi hakim sehingga dalam menjalankan tugas yudisialnya, hakim dapat bersikap independen.
Integritas faktor utama independensi hakim Integritas adalah konsisten berperilaku selaras dengan nilai, norma dan/atau etika organisasi, serta jujur dalam hubungan dengan manajemen, rekan kerja, bawahan langsung, dan pemangku kepentingan, menciptakan budaya etika tinggi, bertanggungjawab atas tindakan atau keputusan beserta risiko yang menyertainya,11 integritas adalah kualitas, sifat, atau keadaan yang menunjukkan suatu kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan untuk memancarkan wibawa dan kejujuran.12 Sedangkan menurut syamsir dan embi integritas adalah kecocokan antara hati, ucapan dan tindakan.13 Dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komis Yudisial RI Nomor:047/KMA/SKB/IV/2009 dan 02/SKB/P.KU/IV/2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, prinsip-prinsip dasar kode etik dan pedoman perilaku hakim diimplementasikan dalam 10(sepuluh) aturan perilaku sebagai berikut: (1).Berperilaku Adil, (2). Berperilaku Jujur, (3). Berperilaku Arif dan Bijaksana, (4). Bersikap Mandiri, (5). Berintegritas Tinggi, (6).Bertanggung Jawab, (7). Menjunjung Tinggi Harga Diri, (8). Berdisplin Tinggi, (9). Berperilaku Rendah Hati, (10). Bersikap Profesional, aturan perilaku kelima adalah berintegritas tinggi, integritas bermakna sikap dan kepribadian yang utuh, berwibawa, jujur dan tidak tergoyahkan. Integritas tinggi pada hakekatnya terwujud pada sikap setia dan tangguh berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam melaksanakan tugas. Integritas tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang berani menolak godaan dan segala bentuk intervensi, dengan mengedepankan tuntutan hati nurani untuk menegakkan kebenaran dan keadilan serta selalu berusaha melakukan tugas dengan cara-cara terbaik untuk mencapai tujuan terbaik.
Bahwa dari definisi-definisi yang penulis jabarkan diatas, Integritas melekat pada pribadi, ada di relung hati setiap manusia terkhusus hakim yang dalam menjalankan tugas yudisialnya selalu menggunakan hati nurani, namun tentu saja ada faktor yang mempengaruhi hati nurani manusia sebagaimana dalam QS. Al-An’am: 110 Allah SWT berfirman, “dan kami bolak-balikan hati mereka dan penglihatan mereka”, ayat tersebut mengandung makna bahwa hati nurani manusia itu mudah berubah, kadangkala di jalan yang benar dan adakalanya menjadi khilaf, sedangkan dalam perjanjian baru, hati nurani disebutkan suneidēsis, yang berarti kesadaran moral atau pengetahuan moral, hati nurani bereaksi saat tindakan, perbuatan dan perkataan seseorang sesuai,
10 Fahri, “Jaga Kesehatan Mental, Pertamina dan Kementerian BUMN Gelar Program 1.000 Manusia Bercerita” liputan6.com (28 Februari 2024), https://www.liputan6.com/news/read/5538129/jaga-kesehatan-mental-pertamina-dan-kementerian-bumn-gelar-program-1000-manusia-bercerita?page=2, diakses tanggal 24 Maret 2024
11PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARADANREFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR KOMPETENSI JABATAN APARATUR SIPIL NEGARA
12Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, KBBI VI Daring “definisi integritas” kbbi.kemdikbud.go.id (2016), https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/integritas, diakses tanggal 27 Maret 2024
13Syamsir. S. and Muhamad Ali Embi, “Integrity Development Through PSM For Corruption Prevention Among Public Servant”, International Journal of Psychosocial Rehabilitation, Vol. 24, Issue 08, 2020, hlm. 1437-1448.
atau bertentangan dengan sebuah standar mengenai benar dan salah, maka dari itu sangat berkaitan dengan Independensi.
Independensi dalam kode etik dan pedoman perilaku hakim terdapat pada penerapan perilaku hakim bersikap mandiri, dalam poin dua yang berbunyi hakim wajib bebas dari hubungan yang tidak patut dengan lembaga eksekutif maupun legislatif serta kelompok lain yang berpotensi mengancam kemandirian (independensi) hakim dan badan peradilan, adjektiva “independen dan terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintahan”, menurut Jimly Asshidiqie memiliki makna institusional dan fungsional.14 Hakim harus memiliki sifat yang independen, memiliki moralitas dan keadilan yang tinggi, jujur, dan memiliki pengetahuan yang luas di bidangnya, mereka harus mematuhi kode etik dan pedoman perilaku hakim sebagai persyaratan untuk menjalankan tugasnya sebagai hakim independen yang mengutamakan supremasi hukum dan keadilan melalui sistem peradilan.15
Pada tahun 2016, UNODC (United Nations Office on Drugs Crime) membahas keterkaitan integritas peradilan dan pemberantasan korupsi kemudian meluncurkan program global untuk mempromosikan budaya taat hukum. Hal tersebut mencakup pembentukan jaringan integritas peradilan global untuk berbagi praktik terbaik dan pembelajaran mengenai tantangan mendasar dan pertanyaan baru terkait integritas peradilan dan pencegahan korupsi.16 Dengan demikian integritas merupakan faktor utama independensi hakim, namun faktanya ada hal yang mempengaruhi integritas hakim, salah satunya intervensi finansial yang secara langsung mempengaruhi mental hakim, maka hakim harus diberikan porsi kesejahterannya, karena dengan memberikan kesejahteraan mental yang erat hubungannya dengan finansial, hal itu akan membentuk karakter integritas dan budaya integritas yang mengandung keniscayaan logis menangkal korupsi.
Kesehatan Mental Di Zaman Modern Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dan orang lain serta terhindar dari gangguan-gangguan dan penyakit mental. Hal ini sesuai dengan tugas seorang konselor yang berusaha membantu seseorang mengenal kekuatan/potensi dirinya sendiri yang pada hakekatnya Allah SWT berikan, sehingga dapat tumbuh menjadi pribadi yang unggul. Dengan demikian sebenarnya orang yang sehat mental dapat dilihat dari kemampuan mencapai derajat hidup yang mulia dan bermanfaat bagi orang banyak.17 Prof. Dr. Zakiah Daradjat berkesimpulan bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala-gejala gangguan dan penyakit mental, dapat menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawa kepada kebahagiaan bersama serta tercapainya keharmonisan jiwa dalam hidup. Pendapat tersebut menekankan bahwa kesehatan mental hakekatnya mengarah kepada pemikiran dan perilaku positif seseorang dalam menghadapi kondisi dirinya, orang lain dan masyarakat yang sedang dan akan bertumbuh agar selaras dengan keberadaan dirinya. mental health dalam perspektif WHO menjadi kebutuhan pokok umat manusia
14 Adinda Thalia Zahra, Aditia Sinaga, Muhammad Rafli Firdausi, “PROBLEMATIKA INDEPENDENSI HAKIM SEBAGAI PELAKSANA KEKUASAAN KEHAKIMAN” Bureaucracy Journal: Indonesia Journal of Law and Social-Political Governance, Vol. 3 No. 2 Mei - Agustus 2023, hlm.2009-2025.
15 Adinda Thalia Zahra,dkk , “PROBLEMATIKA INDEPENDENSI HAKIM…., Vol. 3, hlm. 2016
16 Diego García-Sayán, “Corruption, Human Rights, and Judicial Independence” unodc.org (July 2017), https://www.unodc.org/dohadeclaration/en/news/2018/04/corruption--human-rights--and-judicial-independence.html, diakses tanggal 24 Maret 2024.
17 Restu Permadi, Fifiana Wisnaeni, “Tinjauan Hukum Kemandirian Dan Independensi Mahkamah Agung Didalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia” Jurnal Pembangunan Hukum Volume 2, Nomor 3, Tahun 2020, hlm 399-415.
dalam konsep kesehatan mental. Mental yang sehat atau yang sering disebut mental health adalah apabila manusia dapat tumbuh dan berkembang dengan matang dalam hidupnya, menerima tanggung jawab dan melakukan penyesuaian serta berpartisipasi dalam memelihara aturan sosial dan budayanya demikian pendapat Frank, L.K.18
Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.19 Untuk mengetahui apakah seseorang sehat atau tidak sehat jiwanya dapat dilihat dari 4(empat) aspek yaitu:20 1. Perasaan. Ditinjau dari aspek perasaan, sehat atau tidak sehatnya jiwa seseorang dapat dilihat dari muncul atau tidaknya kondisi-kondisi gangguan perasaan seperti: rasa cemas (gelisah), iri hati, sedih, merasa rendah diri, pemarah serta ragu atau bimbang. 2. Pikiran atau Kecerdasan. Ditinjau dari aspek pikiran atau kecerdasan, sehat atau tidak sehatnya jiwa seseorang dapat dilihat dari muncul atau tidaknya kondisi-kondisi gangguan pikiran seperti: sering lupa, sulit berkonsentrasi dan kemampuan berfikir menurun. 3. Kelakuan. Ditinjau dari aspek kelakuan, sehat atau tidak sehatnya jiwa seseorang dapat dilihat dari muncul atau tidaknya kondisi-kondisi gangguan kelakuan seperti: mengganngu ketenangan dan hak orang lain, mencuri, menyakiti dan memfitnah. 4. Kesehatan badan. Ditinjau dari aspek kesehatan badan, sehat atau tidak sehatnya jiwa seseorang dapat dilihat dari muncul atau tidaknya penyakit Psychosomatic yang menyebabkan gangguan kesehatan badan seperti jantung berdebar, pusing, mual dan muntah. Bahwa faktor yang mempengaruhi kesehatan jiwa seseorang menurut darajat adalah sebagai berikut:21 1. Faktor Internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang seperti: kepribadian, kondisi fisik, perkembangan dan kematangan, kondisi psikologis, keberagamaan, sikap menghadapi problema hidup, kebermaknaan hidup, dan keseimbangan dalam berfikir; 2. Faktor eksternal adalah faktor yang berada di luar diri seseorang yang dapat mempengaruhi mental seseorang seperti: keadaan ekonomi, budaya, dan kondisi lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lingkungan pendidikan. Apabila dua faktor tersebut diatas diimplementasikan kepada hakim, sebagaimana pengalaman dan pengetahuan penulis dikaitkan hasil survey Judicial Wellbeing Survey 2021 Report and Action Plan JUDICIARY OF ENGLAND AND WALES , maka yang mempengaruhi kesehatan mental adalah sebagai berikut:
18 Ghazali Bahri, Kesehatan Mental I (Bandar Lampung: Harakindo, 2016) hlm.14
19 Pasal 1 angka 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN JIWA
20 Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1982)
21 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental (Jakarta: PT Gunung Agung, 2001),
Ilustrasi 3. kaitan judicial wellbeing dengan independensi oleh penulis
Kesehatan hakim sangat penting bagi pelaksanaan tugas yudisial, kebijakan kesehatan dan kesejahteraan harus dikembangkan dari waktu ke waktu untuk memastikan pemegang jabatan yudisial didukung untuk tetap sehat, apabila sakit harus dibuat langkah-langkah untuk mendukung agar dapat kembali bekerja, di Inggris dan Wales pada bulan Februari 2021, strategi kesehatan dan kesejahteraan yudisial yang pertama diluncurkan oleh Judiciary of England and Wales, yaitu sebuah rencana empat tahun yang terdiri dari enam tujuan inti sebagai berikut:22 1. promoting the judicial welfare offer; 2. centralising welfare information and having a visible and clear route for access to services; 3. raising awareness of the importance of mental wellbeing; 4. building an inclusive culture across the judiciary; 5. prevention: actions to support the judiciary to stay healthy and sitting; 6. intervention: actions to support judicial office holders during periods of sickness absence; Bahwa dalam survei yang dilaksanakan oleh Judiciary Of England and Wales yang bertajuk survei kesejahteraan peradilan 2021 (laporan dan rencana aksi), yang mana survei ini disebarkan kepada 21.713 pemegang jabatan
22 JUDICIARY OF ENGLAND AND WALES, Judicial Wellbeing Survey 2021 – Report and Action Plan 2022
(JUDICIARY OF ENGLAND AND WALES, Judicial Office, Royal Courts of Justice Strand London, 2022), hlm. 4,
https://www.judiciary.uk/wpcontent/uploads/2022/03/14.51_Judicial_Wellbeing_Survey_2021_Report_and_Action_Plan_FINAL2_WEB.pdf diakses tanggal 07 Maret 2024.
Faktor
Internal
Faktor
Eksternal
INTEGRITAS
INDEPENDENSI HAKIM
- Ketidak hati-hatian /ketidaktelitian
- Rasa aman & nyaman
- Merasa dihargai
- Emosi dan kebijaksanaan
- Moral dan spiritual
- Intervensi finansial, fisik &psikis
- Pasca sanksi
- Terlalu lama di satu tempat
- Jauh dari keluarga
- Beban kerja yang padat
Judicial Wellbeing Policy
yudisial (judicial office holders/JOH) di Inggris dan Wales, yang terdiri 13.177 hakim/magistrates, sebagaimana table dibawah ini.
Tabel 1. Stress and resilience
Current stress levels
51% of JOHs reported that they had experienced occasional manageable periods of stress. 23% were currently moderately stressed, 13% significantly stressed and 2% extremely stressed, while 11% were not stressed at all.
Symptoms of stress in the last 12 months
33% of JOHs reported no symptoms of stress, 27% reported physical symptoms of stress, 45% reported mental symptoms of stress and 48% reported behavioural symptoms of stress. JOHs were able to select all types of stress symptoms that applied so percentages will not sum to 100%.
Primary causes of stress in the last 12 months
Non work-related issues were reported by 41% of JOHs as a primary cause of stress, Covid-19 was reported by 34% of JOHs, judicial workload was reported by 24%, remote working was reported by 22% and screen time by 21%. JOHs were able to select up to three causes of stress therefore percentages will not sum to 100%.
Sickness absence and stress
94% of JOHs reported that they had not had any sickness absence due to stress, 4% said they had and 2% preferred not to say.
Current anxiety levels
24% of JOH were not anxious, 47% occasionally anxious, 19% moderately anxious, 8% significantly anxious and 2% extremely anxious. Significant levels of anxiety for all JOHs was five percentage points lower than significant levels of stress.
Sumber: Judicial Wellbeing Survey 2021 – Report and Action Plan JUDICIARY OF ENGLAND AND WALES
Berdasarkan survey tersebut diatas yang dilakukan terhadap Judicial Office Holders (JOH) yang mana Hakim/magistrates menjadi objek survei, dapat ditarik kesimpulan bahwa 51% Judicial Office Holders (JOH) pernah mengalami periode stress dan hanya 11% yang tidak mengalami stres sama sekali, kemudian gejala stress yang paling tinggi persentasenya dalam dua belas bulan terakhir adalah gejala stres perilaku dan mental, dan yang paling mencengangkan bahwa persentase penyebab utama stres dalam dua belas bulan terakhir justru muncul dari masalah yang tidak terkait dengan pekerjaan sebanyak 41% sedangkan masalah yang tekait beban kerja yudisial hanya 24%, yang lebih mencengangkan lagi sebanyak 94% tetap masuk meskipun sakit karena stres, begitupun dengan tingkat kecemasan saat ini ada 47% yang mengatakan kadang-kadang cemas, meskipun survei tersebut dilakukan terhadap Judicial Office Holders (JOH) yang didalamnya termasuk Hakim di Inggris dan Wales, survei tersebut membuktikan bahwa hakim di negara maju seperti Inggris dan Wales faktanya mengalami kondisi stres.
Jaminan layanan kesehatan mental hakim Bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Judiciary of England and Wales tahun 2021 dalam survey, laporan, dan rencana aksi kesejahteraan peradilan dijelaskan saat ini terdapat berbagai dukungan yang tersedia untuk mendukung manajemen stres dan ketahanan dalam peradilan, termasuk pembelajaran online dan sesi tatap muka yang dikembangkan oleh Judicial
College. Selanjutnya dalam survey tersebut pemegang jabatan yudisial ditanya apakah dalam 12 bulan terakhir menggunakan salah satu dari dukungan berikut ini: - Saluran Bantuan Yudisial, - konseling khusus melalui Penyedia Bantuan Yudisial, - e-learning Mengelola Stres dan Membangun Ketangguhan, - e-learning Penilaian yang Bijaksana dan meditasi yang dipandu atau LawCare. Tabel 2. Use of the judicial mental wellbeing and stress support in the last 12 months Use of the judicial mental wellbeing and stress support in the last 12 months: 88% of JOHs said that they had not used any of the support listed, 12% had used one or more forms of support and 0.4% preferred not to say.
Sumber: Judicial Wellbeing Survey 2021 – Report and Action Plan JUDICIARY OF ENGLAND AND WALES Berdasarkan survey tersebut diatas dari 12% yang menggunakan satu atau beberapa bentuk dukungan, diperoleh 3(tiga) bentuk dukungan teratas yang digunakan adalah: 1. berbicara dengan pemimpin peradilan; 2. Mengelola stres dan membangun ketahanan melalui e-learning 3. Penilaian dengan penuh kesadaran dan meditasi yang dipandu atau LawCare Bahwa Mahkamah Agung juga sudah mengakomodir, salah satunya mengadakan Pelatihan Kebahagiaan Kerja di Pengadilan Happines at work pada Tahun 2020 yang telah dilaksanakan dalam beberapa gelombang, oleh Pusdiklat Manajemen dan Kepemimpinan Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung Republik Indonesia yang bekerjasama dengan Executive Learning Institute Prasetiya Mulya, hal tersebut menjadi salah satu langkah nyata untuk memberikan kesejahteraan mental kepada Aparatur Peradilan terkhusus Hakim, namun harus dilaksanakan secara berkesinambungan dan bervariasi.
Program kesejahteraan peradilan di Inggris, Wales, dan Kanada Berdasarkan penelitian survei kesejahteraan peradilan/Judicial Wellbeing yang dilakukan oleh Judiciary of England and Wales pada tahun 2021, program yang pertama yang telah ada di Inggris dan Wales adalah saluran bantuan yudisial yang merupakan saluran telepon rahasia untuk lembaga peradilan dan keluarga dekat (pasangan dan anak-anak). Layanan ini memberikan akses langsung terhadap dukungan praktis dan emosional dari personel terlatih 24 jam sehari, setiap hari sepanjang tahun, tanpa dipungut biaya. awalnya dukungan dan konseling ini diberikan melalui telepon, namun konseling tatap muka juga diberikan kepada hakim bila diperlukan; Kedua, Perawatan Hukum/LawCare, merupakan badan amal yang memberikan dukungan kesehatan dan nasihat gratis, untuk peradilan dan anggota profesi hukum, sepanjang tahun, bahwa Hakim dapat mengakses situs web yang penuh dengan panduan bermanfaat, terdapat juga paket informasi yang bias diunduh dari situs web dan artikel yang menarik, lembaga ini memberikan kursus pelatihan tentang stres dan trauma, LawCare juga menyediakan portal kesejahteraan untuk membantu pengguna mengenali dan mengelola stres dalam hidup, dan hal tersebut ditanggapi positif oleh penggunanya. Ketiga, Judicial College, kalau di Indonesia serupa dengan Badan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan yang bertanggung jawab untuk melatih para pemegang jabatan peradilan termasuk Hakim, dengan mengadakan pelatihan kepemimpinan untuk membantu para hakim mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tanggung jawab yang diberikan kepada Hakim. Judicial College menawarkan modul tentang mengelola stres, topiknya
mencakup pengenalan tentang stres dan bagaimana stres berkembang, potensi tekanan di lingkungan peradilan, bagaimana pemimpin lembaga peradilan dapat mengidentifikasi dan merespon tekanan yang dialami pihak lain, dan strategi mengenai bagaimana pemimpin lembaga peradilan dapat mengelola tekanan dari peran mereka sendiri. Keempat, diperkenalkannya Penasihat Regional Sumber Daya Manusia Yudisial yang merupakan bagian dari Kantor Yudisial, namun mereka bekerja dalam wilayah terdapat satu untuk setiap wilayah. Perannya adalah memberikan nasihat dan dukungan bagi para hakim dalam segala hal yang berkaitan dengan kesejahteraan peradilan. Bahwa kebijakan tersebut bertujuan untuk menjaga kesehatan mental Hakim, dengan mencegah stres dan kesehatan yang buruk sedini mungkin. Selain di Inggris dan Wales, di negara Kanada juga memiliki program terbaru yang dijalankan oleh peradilan Kanada tentang kesehatan peradilan, Peradilan Kanada memiliki akses terhadap layanan konseling rahasia yang gratis, lembaga ini juga menyediakan layanan konseling khusus bagi para hakim yang pernah menjalani persidangan yang menegangkan karena berurusan dengan perkara-perkara yang menarik perhatian publik. Lembaga ini menjalankan kursus yang disebut bertahan dan berkembang, mengoptimalkan produktivitas dan kesejahteraan peradilan. Topik yang dibahas meliputi trauma dan penanganan kasus-kasus penting, ada sesi mengenai kesejahteraan fisik dan psikologis para hakim, stres dan penuaan otak, menilai humor, manfaat tertawa ringan serta meditasi.23
Maka dengan demikian perlu dibuat upaya preventif yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa, Mahkamah Agung dapat menyediakan dukungan psikososial dan kesehatan mental di lingkungan lembaga, sebagaimana di Pengadilan Inggris dan Wales seperti saluran bantuan yudisial, LawCare yang menyediakan portal kesejahteraan untuk membantu Hakim mengenali dan mengelola stres, pelatihan oleh Judicial College dengan membuat modul mengelola stres, membentuk Penasihat Regional SDM Yudisial yang merupakan bagian dari Kantor Yudisial atau Badan Pengawasan, serta contoh di Pengadilan Kanada yang membuat layanan konseling rahasia yang gratis terkhusus bagi hakim yang menderita trauma dan yang menangani kasus-kasus yang menarik perhatian publik;
Peningkatan Remunerasi Hakim Remunerasi pegawai merupakan usulan klasik yang tak lekang oleh waktu, remunerasi merupakan kata serapan dari bahasa Inggris, remunerate menurut Oxford American Dictionaries berarti pay (someone) for services rendered or work done. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia kata remunerasi diartikan sebagai pemberian hadiah (penghargaan atas jasa dan imbalan), Remunerasi Menurut Mochamad Surya merupakan sesuatu yang diterima oleh pegawai dalam bentuk imbalan, yang mana pegawai telah berkontribusi terhadap perusahaan ataupun tempat mereka bekerja.24 Remunerasi sejalan dengan salah satu bentuk teori motivasi yaitu Goal-Setting Theory sebagaimana dikemukakan oleh Locke, Goal-Setting Theory menekankan pada pentingnya hubungan antara tujuan yang ditetapkan dan kinerja yang dihasilkan.25 Konsep dasarnya yaitu seseorang yang mampu memahami tujuan yang diharapkan oleh organisasi, maka pemahaman tersebut
23 Victoria Sharp, The Rt Hon. Lady Justice Sharp Dbe Vice President Of The Queen’s Bench Division, In Sickness And In Health Judicial Welfare in England and Wales (Committee for Judicial Studies National Conference 2016),hlm.9,https://www.judiciary.uk/wp-content/uploads/2017/04/lj-sharp-judicial-welfare-speech-20161118.pdf diakses tanggal 20 Maret 2024.
24 Mochammad Surya, Teori Remunerasi (Jakarta: Balai Pustaka,2004)
25 Locke, E. A., Toward a Theory of Task Motivation and Incentives. Organizational Behavior and Human Performance,1968, 3, 57-189
akan mempengaruhi prilaku kerja. Goal-Setting Theory mengisyaratkan bahwa seorang individu berkomitmen pada tujuan. Untuk mendorong semangat kerja Hakim, maka remunerasi finansial dan/atau non finansial adalah salah satu cara meningkatkan kesejahteraan mental hakim, sepatutnya setiap perbuatan, usaha, dan prestasi itu berbanding sejajar dengan imbalan, pahala, dan penghargaan, yang akan diberikan. Allah SWT berfirman dalam QS. At-Taubah: 105, “dan katakanlah, bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menjaga kinerja dan juga loyalitas Hakim, adalah dengan memberikan remunerasi finansial maupun non finansial sebagaimana pada gambar dibawah ini.26
Sumber: Skripsi Natasha Lutfi Aisyah Gambar.1 Komponen Remunerasi Bahwa remunerasi non finansial terdiri dari kepuasan yang diperoleh pegawai dari pekerjaan itu sendiri dan dari lingkungan pekerjaan, salah satunya kepuasan yang diperoleh pegawai dari pekerjaan yang dapat diciptakan oleh perusahaan/instansi dan pegawai yaitu efek psikologis dan fisik dimana orang tersebut bekerja, termasuk di dalamnya antara lain berupa kebijakan yang sehat dan wajar, supervisi dilakukan oleh pegawai yang kompeten, adanya rekan kerja yang menyenangkan, pemberian simbol status, terciptanya lingkungan kerja yang nyaman, adanya pembagian pekerjaan adil, waktu kerja yang fleksibel, dan lain-lain.27 Benefit remunerasi finansial menjadi hal utama, namun remunerasi non finansial dapat diterapkan sejalan, sebagai contoh penempatan yang dekat dengan keluarga, ada aparatur peradilan yang penempatan tugasnya di Aceh, sedangkan istri dan anaknya di Lampung, saat ini anaknya menderita sakit dan
26 Natasha Lutfi Aisyah, “Pengaruh Kebijakan Remunerasi Terhadap Kinerja Pegawai Di Fakultas Ushuluddin Dan Studi Agama Uin Raden Intan Lampung”, Skripsi, Indonesia: Fakultas Ushuluddin Dan Studi Agama Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung,2021, hlm.xxiv, http://repository.radenintan.ac.id/14191/1/skripsi%201-2.pdf diakses 26 Maret 2024.
27 Natasha Lutfi Aisyah, “Pengaruh Kebijakan Remunerasi...., hlm. xxiii
sudah meninggal dunia, sehingga dapat mengakibatkan aparatur peradilan tidak fokus melaksanakan tugas yudisialnya, atau seorang aparatur peradilan yang dikenakan sanksi karena kehilangan berkas di meja kerjanya, dan mungkin masih banyak contoh lain yang luput dari pemberitaan dan publikasi, maka remunerasi non finansial menjadi hal yang penting karena memiliki value lebih untuk pegawai. Bahwa hakim dalam menjalankan tugasnya dituntut menjadi penulis yang baik karena putusan dan penetapan adalah produknya, maka dapat diberikan dukungan motivasi berupa remunerasi non finansial berupa sarana agar hakim dapat menuangkan ide atau gagasannya dalam bentuk karya tulis, ini dapat menjadi salah satu remunerasi non finansial, di satu sisi juga sebagai sarana pembinaan dan pelatihan kepada hakim. penulis sangat berterima kasih kepada Mahkamah Agung dan Pengurus Pusat IKAHI yang saat ini mempunyai wadah jurnal ilmiah JUDEX LAGUENS yang salah satunya digunakan untuk mengembangkan pikiran, ide, dan gagasan para hakim dan warga peradilan. Dengan demikian peningkatan remunerasi finansial menjadi hal utama dan remunerasi non finansial dapat menjadi alternatif sebagai implementasi kesejahteraan mental Hakim.
Kesimpulan Kesejahteraan mental adalah kondisi yang sehat, bahagia dan sejahtera, membantu hakim menjalani hidup yang berkualitas dan mengambil keputusan yang tepat. Mewujudkan kesejahteraan mental hakim merupakan bagian dari Independensi peradilan. Rencana aksi yang paling nyata saat ini adalah mengadakan layanan kesehatan mental khusus Hakim dan peningkatan remunerasi hakim dalam bentuk finansial dan/atau non finansial, sehingga kesejahteraan peradilan harus segera dibuat menjadi kebijakan, yang akan berpengaruh kepada budaya dan karakter hakim dalam menjalankan tugas yudisialnya. Diharapkan Judicial Wellbeing Policy akan menjadi aksi yang memiliki value untuk mewujudkan hakim berintegritas dalam konsep independensi peradilan.
Pernyataan Bahwa karya tulis ilmiah ini adalah benar-benar hasil karya sendiri yang dalam penulisannya tunduk dan patuh pada kaidah-kaidah, etika dan norma penulisan sebuah karya tulis ilmiah sesuai dengan ketentuan yang berlaku terkhusus ketentuan lomba karya tulis ilmiah HUT IKAHI ke-71 tahun 2024.
Daftar Pustaka
Adinda Thalia Zahra, Aditia Sinaga, Muhammad Rafli Firdausi, “PROBLEMATIKA INDEPENDENSI HAKIM SEBAGAI PELAKSANA KEKUASAAN KEHAKIMAN”, Bureaucracy Journal: Indonesia,vol. 3 No. 2 (2023), hlm.2020
Admin IKAHI, “Pemenuhan Jaminan Kesehatan Bagi Hakim” ikahi.or.id (04 September 2023),https://www.ikahi.or.id/berita/pemenuhan-jaminan-kesehatan-bagi-hakim, diakses 07 Maret 2024.
Azizah, “IKAHI CABANG KHUSUS MAHKAMAH AGUNG GELAR SEMINAR TENTANG JUDICIAL WELLBEING”www.mahkamahagung.go.id (23 Agustus 2022), https://www.mahkamahagung.go.id/id/berita/5365/ikahi-cabang-khusus mahkamah-agung-gelar-seminar-tentang-judicial-wellbeing,diakses tanggal 07 Maret 2024.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, KBBI VI Daring “definisi integritas” kbbi.kemdikbud.go.id(2016), https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/integritas, diakses tanggal 27 Maret 2024.
Diego García-Sayán, “Corruption, Human Rights, and Judicial Independence” unodc.org (July 2017), https://www.unodc.org/dohadeclaration/en/news/2018/04/corruption--human-rights--and-judicial-independence.html, diakses tanggal 24 Maret 2024.
Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, “KEBIASAAN SEHARI-HARI YANG BISA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MENTAL”diskes.badungkab.go.id (29 Januari 2024),https://diskes.badungkab.go.id/artikel/54986-kebiasaan-sehari-hari-yang-bisa-meningkatkan-kesejahteraan mental#:~:text=Kesejahteraan%20mental%20adalah%20kondisi%20yang,dan%20mengambil%20keputusan%20yang%20tepat, diakses tanggal 26 Maret 2024
Fahri, “Jaga Kesehatan Mental, Pertamina dan Kementerian BUMN Gelar Program 1.000 Manusia Bercerita” liputan6.com (28 Februari 2024), https://www.liputan6.com/news/read/5538129/jaga-kesehatan-mental-pertamina-dan-kementerian-bumn-gelar-program-1000-manusia-bercerita?page=2,diakses tanggal 24 Maret 2024.
Ghazali Bahri, Kesehatan Mental I (Bandar Lampung: Harakindo, 2016)
Hendrik Khoirul Muhid, “Disebut Tak Setara dengan Tanggung Jawabnya, Berapa Gaji Hakim?”,tempo.co(22Januari2022),https://nasional.tempo.co/read/1552868/disebut-tak-setara-dengan-tanggung-jawabnya-berapa-gaji-hakim, diakses 07 Maret 2024.
JUDICIARY OF ENGLAND AND WALES, Judicial Wellbeing Survey 2021 – Report and Action Plan 2022 (JUDICIARY OF ENGLAND AND WALES, Judicial Office, RoyalCourtsofJusticeStrandLondon,(2022),hlm.4,https://www.judiciary.uk/wpcontent/uploads/2022/03/14.51_Judicial_Wellbeing_Survey_2021_Report_and_Action_Plan_FINAL2_WEB.pdf diakses tanggal 07 Maret 2024.
Locke, E. A., Toward a Theory of Task Motivation and Incentives. Organizational Behavior and Human Performance,1968, 3, 57-189.
Mochammad Surya, Teori Remunerasi (Jakarta: Balai Pustaka,2004)
Natasha Lutfi Aisyah, “Pengaruh Kebijakan Remunerasi Terhadap Kinerja Pegawai Di Fakultas Ushuluddin Dan Studi Agama Uin Raden Intan Lampung”, Skripsi, Indonesia: Fakultas Ushuluddin Dan Studi Agama Universitas Islam Negeri RadenIntanLampung,2021,hlm.xxiv,http://repository.radenintan.ac.id/14191/1/skripsi%201-2.pdf
Oce Madril, “Nasib Kesejahteraan Hakim” pukatkorupsi.ugm.ac.id (2015), https://pukatkorupsi.ugm.ac.id/?p=3809,diakses 07 Maret 2024.
PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARADANREFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR KOMPETENSI JABATAN APARATUR SIPIL NEGARA
Raden Jihad Akbar, Mohammad Yudha Prasetya, “Erick Thohir Jamin Kesehatan Mental Seluruh Pegawai BUMN, Begini Caranya” viva.co.id (19 Januari 2024), https://www.viva.co.id/berita/bisnis/1679156-erick-thohir-jamin-kesehatan-mental-seluruh-pegawai-bumn-begini-caranya diakses pada tanggal 21 Maret 2024;
Restu Permadi, Fifiana Wisnaeni, “Tinjauan Hukum Kemandirian Dan Independensi Mahkamah Agung Didalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia” Jurnal Pembangunan Hukum Volume 2, Nomor 3, Tahun 2020, hlm 399-415.
Syamsir. S. and Muhamad Ali Embi, “Integrity Development Through PSM For Corruption Prevention Among Public Servant”, International Journal of Psychosocial Rehabilitation, Vol. 24, Issue 08, 2020, hlm. 1437-1448.
Victoria Sharp, The Rt Hon. Lady Justice Sharp Dbe Vice President Of The Queen’s Bench Division, In Sickness And In Health Judicial Welfare in England and Wales (Committee for Judicial Studies National Conference 2016),hlm.9,https://www.judiciary.uk/wp-content/uploads/2017/04/lj-sharp-judicial-welfare-speech-20161118.pdf diakses tanggal 20 Maret 2024.
World Health Organization, World mental health report: transforming mental health for all, (Geneva: World Health Organization; 2022),hlm.vi, https://www.who.int/teams/mental-health-and-substance-use/world-mental-health-report diakses pada 06 Maret 2024.
Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1982)
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental (Jakarta: PT Gunung Agung, 2001)